Para Maestro Terlupakan: 5 Sutradara Era 60-an dengan Karya Film Ikonik yang Layak Diingat

2025-08-03
Para Maestro Terlupakan: 5 Sutradara Era 60-an dengan Karya Film Ikonik yang Layak Diingat
IDN Times

Era 1960-an adalah masa keemasan perfilman Indonesia. Di tengah hiruk pikuk perkembangan sinema, muncul banyak sekali nama-nama sutradara berbakat yang karyanya memberikan kontribusi besar bagi perfilman nasional. Namun, sayangnya, beberapa di antaranya kini terlupakan. Artikel ini akan mengupas tuntas 5 sutradara era 60-an yang karyanya luar biasa, berani, dan berpengaruh, tetapi kurang mendapatkan sorotan yang seharusnya.

Mengapa Mereka Terlupakan?

Ada berbagai faktor yang menyebabkan para sutradara ini terpinggirkan. Beberapa di antaranya adalah perubahan selera penonton, ketidakstabilan industri perfilman, atau kurangnya promosi yang memadai. Namun, terlepas dari alasan tersebut, karya-karya mereka tetap layak untuk diapresiasi dan dikenang.

Siapa Saja 5 Sutradara Tersebut?

  1. Usmar Ismail: Bapak Perfilman Indonesia. Meskipun namanya masih cukup dikenal, kontribusinya pada era 60-an seringkali terabaikan. Ia dikenal dengan film-film bertema perjuangan dan nasionalisme seperti “Selamat Pagi, Dunia!” (1962) yang merefleksikan semangat optimisme pasca-kemerdekaan. Gaya penyutradaraan Ismail yang lugas dan berani mengangkat isu sosial patut diacungi jempol.
  2. Bambang Hermanto: Sosok sutradara yang piawai menggabungkan unsur komedi dan drama. Film-filmnya seperti “Kawin” (1964) dan “Gara-Gara Dosa” (1966) menawarkan kritik sosial yang tajam dibalut dengan humor yang cerdas. Hermanto dikenal dengan kemampuannya mengarahkan aktor dan aktris dengan sangat baik.
  3. Sutan Iskandar: Sutradara dengan ciri khas gaya visual yang kuat. Ia dikenal dengan film-filmnya yang berani mengeksplorasi tema-tema psikologis dan sosial. “Nagabonar Jadi Perwira” (1965) adalah salah satu karyanya yang paling populer, namun banyak karya lain yang tak kalah menarik.
  4. Mooryati Soedibyo: Salah satu sutradara perempuan perintis di perfilman Indonesia. Ia dikenal dengan film-film yang mengangkat tema perempuan dan keluarga. “Surbaningsih” (1965) adalah film yang menyoroti perjuangan seorang wanita dalam menghadapi cobaan hidup.
  5. A. Hassan Djuhana: Sutradara yang dikenal dengan film-filmnya yang bertema keagamaan dan moral. “Ali Topan Beraksi” (1966) adalah salah satu karyanya yang populer, namun ia juga menghasilkan film-film lain yang memiliki nilai edukasi tinggi.

Warisan yang Tak Ternilai

Meskipun terlupakan, karya-karya para sutradara era 60-an ini merupakan bagian penting dari sejarah perfilman Indonesia. Film-film mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan wawasan tentang kondisi sosial, politik, dan budaya pada masa itu. Dengan mengenang dan mengapresiasi karya-karya mereka, kita dapat lebih memahami perkembangan perfilman Indonesia dan menghargai jasa para pelopor sinema.

Mari kita lestarikan warisan perfilman Indonesia dengan terus menggali dan mengenang karya-karya para maestro yang terlupakan ini. Siapa tahu, dengan adanya apresiasi yang lebih besar, karya-karya mereka dapat kembali menghibur dan menginspirasi generasi mendatang.

Rekomendasi
Rekomendasi