Tundu Lissu: Pemimpin Oposisi Tanzania Hadapi Persidangan Pengkhianatan, Demokrasi Terancam?
Dar es Salaam, Tanzania – Tundu Lissu, tokoh oposisi terkemuka di Tanzania, kembali hadir di pengadilan pada hari Senin untuk sidang terbaru dalam persidangan pengkhianatan yang menimpanya. Kasus ini, yang berpotensi menjatuhkan hukuman mati, telah memicu kekhawatiran mendalam tentang masa depan demokrasi di Tanzania dan wilayah Afrika Timur secara lebih luas.
Lissu, yang merupakan mantan anggota parlemen dari Chama Cha Demokrasia na Maendeleo (Chadema), partai oposisi utama di Tanzania, telah menjadi sasaran penindasan politik oleh pemerintah selama bertahun-tahun. Ia menghadapi sejumlah tuduhan, termasuk menyebarkan berita palsu dan menghasut kerusuhan, yang menurut para aktivis dan organisasi hak asasi manusia adalah upaya untuk membungkam perbedaan pendapat dan melemahkan oposisi.
Persidangan pengkhianatan yang sedang berlangsung berpusat pada tuduhan bahwa Lissu berkomplot untuk menggulingkan pemerintah. Jaksa penuntut menuduh Lissu melakukan tindakan yang membahayakan keamanan nasional, sementara tim pembelanya membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa kasus tersebut bermotif politik.
“Ini adalah pembelaan politik, bukan persidangan hukum,” kata Fatuma Ebrahim, seorang pengacara yang mewakili Lissu. “Pemerintah berusaha untuk menyingkirkan Tundu Lissu dari panggung politik dan mencegahnya menantang kekuasaan mereka.”
Kasus Lissu telah menarik perhatian internasional dan memicu kecaman dari organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch. Mereka menuduh pemerintah Tanzania melakukan penindasan sistematis terhadap perbedaan pendapat dan melanggar hak-hak dasar warga negara.
“Pemerintah Tanzania harus menghentikan penindasan terhadap Tundu Lissu dan semua aktivis oposisi lainnya,” kata Seif Maganga, direktur Amnesty International Tanzania. “Mereka harus menjamin hak semua orang untuk berekspresi secara bebas dan berpartisipasi dalam proses politik tanpa rasa takut akan pembalasan.”
Situasi di Tanzania semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir, dengan pemerintah Presiden John Magufuli dituduh mengambil langkah-langkah untuk membatasi kebebasan media, menekan masyarakat sipil, dan memanipulasi sistem pemilu. Magufuli, yang meninggal pada Maret 2021, dikenal karena gaya kepemimpinannya yang otoriter dan penolakannya untuk mengakui pandemi COVID-19.
Pemerintahan Presiden Samia Suluhu Hassan, yang menggantikan Magufuli, telah menunjukkan tanda-tanda kemajuan dalam membuka kembali ruang politik di Tanzania. Namun, banyak aktivis dan analis tetap skeptis, dengan alasan bahwa perubahan yang mendasarinya masih belum terjadi dan bahwa penindasan terhadap perbedaan pendapat masih menjadi masalah yang signifikan.
Persidangan Tundu Lissu adalah ujian penting bagi demokrasi Tanzania. Hasilnya akan berdampak besar pada masa depan hak asasi manusia dan kebebasan politik di negara tersebut. Jika Lissu dihukum, itu akan mengirimkan pesan yang mengerikan kepada semua orang yang berani menantang kekuasaan pemerintah.
Dampak Lebih Luas: Kasus ini tidak hanya berdampak pada Tanzania. Ini menjadi perhatian regional dan internasional, menyoroti tantangan yang dihadapi demokrasi di Afrika dan pentingnya dukungan internasional untuk hak asasi manusia dan tata pemerintahan yang baik.